Bagaimana hukum mengutip Tulisan Tanpa Mencantumkan Penulisnya



Mengutip tulisan memanglah sangat penting, dikarenakan dengan mengutip maka kita tahu tentang pendapat ata penelitian terdahulu. Sumber literasi yang akurat dan terpercaya membuat masyarakat mudah percaya pada hasil dari tulisan atau penelitian tersebut yang tidak hanya hoaks semata, terkadang informasi yang keliru bisa menimbulkan fitnah. Beberapa pihak menekankan pentingnya meningkatkan literasi kepada masyarakat.oleh karena itu wesite sitasi menyajikan beberapa tulisan tentang pentingnya menukil/mengutip agar para penulis merasa dihargai atas jerih payahnya. dan harapan kita semua penulis akan rajin membuat tulisan untuk dapat meningkatkan pengetahuannya, baik hasil penelitian mandiri maupun penelitian bersama yang nantinya akan dipublikasi dimedia masa maupun dishare di media sosial.

mengapa kita perlu mengutip? karena dengan mengutip Seorang penulis akan memperkuat tulisannya, karena ada sumber yang dirujuk, baik rujukan berupa kutipan sebuah website referensi sebuah buku maupun jurnal yang nantinya akan berhubungan dengan hak cipta.

Sebagaimana diketahui bersama bahwa saat ini Hak Cipta diatur dalam UU Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (UU Hak Cipta 2014). Berdasarkan Pasal 1 angka 1 di beleid tersebut, Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Gambar dari facebook hubbul wathon minal iman | hwmimedia2



Bagaimana Hukum ketika kita menukil maka kita mencantumkan sumber penukilan dan penulisnya sebagai bentuk amanah ilmiyyah. Akan tetapi jika pada suatu kali situasi dan kondisi menuntut kita untuk menyembunyikan identitas pemilik ucapan maka tidak mengapa kita lakukan dengan syarat :


1. Diperkirakan hal tersebut akan menimbulkan adanya maslahat/kebaikan.


2. Lebih baik lagi jika kita meminta ijin dari pemilik tulisan asli


Syaikh Muhammad Al- Jami rahimahullah pernah menyatakan :

حدثني من أثق به أنه كان يوجد في بعض مدن الهند عالم يدرس في المساجد وكان من عادته إذا انتهى من الدرس يدعو الله كثيراً وكان في دعائه يدعو على الشيخ (مميز محمد بن عبد الوهاب ويلعنه .)


“Telah mengatakan kepada kau orang yang terpercaya bahwa dulu ada didapatkan di salah satu kota di India seorang ulama yang mengajar ngaji di beberapa masjid.”


Ia memiliki kebiasaan setia kali selesai pengajian berdoa kepada Allah dengan doa yang banyak. Diantara isi doanya ia mendoakan keburukan bagi Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab serta melaknatnya.”


وكان ممن يحضر درسه طالب سعودي ( قال الشيخ في الحاشية : أغلب الظن أنه الشيخ عبد الله القرعاوي عندما كان يطلب العلم في الهند والله أعلم ) واع لبق . فكر الطالب السعودي كيف ينقد هذا المدرس المسكين الذي ضللته الدعاية المضللة حتى وقع في هذه الورطة ، فهذاه تفكيره بإذن الله إلى الحيلة الآتية :


“Diantara yang menghadiri pelajarannya adalah seorang pelajar dari Saudi yang cerdas (Syaikh Al-Jami berkomentar di catatan kaki ; Menurut dugaan kuat saya pelajar ini adalah Syaikh Abdullah Al-Qar’awy ketika beliau belajar menuntut ilmu di India, wallahu a’lam).

Pelajar Saudi ini berfikir bagaimana caranya membantah pengajar yang miskin ini yang telah disesatkan oleh opini yang keliru sehingga ia terjerumus ke dalam perbuatan buruk ini. Hasil pemikirannya menggiring ia dengan izin Allah untuk melakukan hal sebagai berikut :


عمد إلى كتاب التوحيد الذي هو حق الله على العبيد . فنزع عنه الغلاف والورقة الأولى التي تحمل اسم المؤلف ثم تقدم إلى المدرس الهندي فطلب منه أن يقرأ هذا الكتاب ثم يخبره عن مضمونه وعن رأيه فيه .


“Ia mengambil kitab tauhid alladzi huwa haqqullahi ‘alal ‘abid. Ia lantas merobek sampul kitab dan halaman pertama yang memuat nama penulisnya. Kemudian menyerahkannya kepada pengajar India untuk membacanya dan memberikan komentar terhadap kitab tersebut.”

Banyak orang yang hanya bisa menceritakan ucapan ahli ilmu, dalam bahasa sekarang "mencopas" untuk disebar. Tetapi, dia tidak mampu memberikan pencerahan sebab butuh keahlian untuk meramu kutipan yang pas dan meletakkannya dalam konteks yang pas pula. Ilmu adalah cahaya pemahaman yang dapat memberikan pencerahan pada sekitar, bukan sekedar kutip sana kutip sini.

Jadi, dari sinilah kita dapat dipahami tentang larangan mengambil atau menyerobot hak cipta orang lain tanpa adanya izin atau dugaan kuat atas ridho pemiliknya serta melihat  qorinah (melihat kebiasaan atau keadaan penulis untuk membolehkan menyalin tulisannya tanpa izin dan sesuai kadar yang ditulisnya), karena hal itu sama dengan mengambil harta milik orang lain dengan cara batil yang jelas-jelas dilarang syariat. (red/sitasi)

0 Komentar