Bagaimana Tips Hindari Pelanggaran Hak Cipta dalam Menulis



Teman saya saat ini sedang mengerjakan sebuah buku yang menggabungkan pengalamannya bekerja sebagai konsultan dalam suatu bidang. Selain pengalamannya sendiri, buku ini akan menggabungkan rencananya, cuplikan kata-kata, inspirasi, atau kutipan dari tulisan orang lain. Saya ingin tahu bagaimana saya dapat memastikan bahwa buku teman saya tidak melanggar hak cipta orang lain dan tidak dicap sebagai plagiat.
Terkadang, dalam menulis, baik fiksi maupun nonfiksi, penulis hanya terfokus pada penyusunan karyanya tanpa menyadari bahwa ia telah melanggar hak cipta orang lain.

Tuduhan plagiat dari pihak yang merasa dirugikan sedikit banyak akan berdampak terhadap reputasi si penulis. Bahkan di dunia pendidikan, pelaku plagiarisme (disebut plagiator) dapat mendapat hukuman berat, seperti dikeluarkan dari sekolah/universitas. Untuk menghindari plagiarisme dalam menulis, berikut beberapa hal yang perlu dipahami penulis:

Berikut beberapa tips menghindari plagiarisme yang bisa dicoba:
1. Membuat Kutipan Langsung

Tips pertama adalah dengan membuat kutipan langsung, yakni menyalin sebagian teks dari sebuah karya ilmiah. Diberi tanda petik dan mencantumkan sumber atau mencantumkan kreditnya.

Setelah itu dijelaskan dengan menggunakan bahasa sendiri, sehingga tidak asal mengutip maupun menyalin. Melainkan dibuat sedemikian rupa agar tidak terkesan asal menyalin saja tanpa adanya usaha apapun.
2. Membuat Parafrasa Teks

Berikutnya adalah membuat teks parafrasa, yakni mengutip dari kalimat karya tulis lain dan dikembangkan memakai bahasa sendiri. Namun perlu memastikan bahwa apa yang ditulis tidak mengubah gagasan maupun ide dari sumber yang dikutip tadi.

Biasanya di kalimat awal bisa ditambahkan kata-kata “Dilansir dari”, “Dikutip dari…”, silahkan menyebutkan sumbernya. Selanjutnya tetap harus dikembangkan dengan bahasa sendiri, baru kemudian melakukan cek plagiarisme untuk memastikan sudah bebas plagiat atau belum.

3. Daftar Pustaka

Jangan pernah lupa untuk menyusun daftar pustaka dan diletakan di bagian akhir karya tulis. Pada bagian ini Anda bisa mencantumkan semua sumber yang hasil karya ilmiahnya dipakai atau dikutip sesuai kebutuhan.

Penulisan daftar pustaka biasanya memiliki aturan atau kaidah tersendiri, dan seringnya selalu update. Jadi, pastikan menyesuaikan dengan kaidah yang baru sebab perlu mencantumkan sumber referensi secara lengkap dan detail.
4. Melakukan Sitasi dalam Teks

Melakukan sitasi adalah mencantumkan sumber dari kutipan yang ditulis di dalam karya ilmiah yang disusun. Melakukan sitasi akan mencegah karya ilmiah yang dibuat terdeteksi plagiat ketika dilakukan cek plagiarisme.

Penulisan sitasi sendiri bisa dilakukan dengan berbagai cara, ada yang memasukan nama lengkap penulis karya ilmiah yang isinya dikutip. Ada juga yang mencantumkan judul karya ilmiah ditambahkan pula dengan tahun terbit, dan ada juga yang berupa nama penulis diikuti tahun terbit.

Memastikan karya ilmiah yang disusun bebas plagiat menjadi kebutuhan sekaligus kewajiban. Jadi, pastikan sudah melakukan cek plagiarisme sebelum benar-benar menuju ke tahap berikutnya. Sehingga kualitas karya tulis yang disusun terjaga begitu juga dengan reputasi Anda dan perguruan tinggi tempat Anda mengajar maupun kuliah.

Prinsip Perlindungan Hak Cipta
Hak cipta lahir seketika setelah sebuah karya dilahirkan atau diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 1 angka 1 dan Pasal 40 ayat (3) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (“UUHC”). Pendaftaran ciptaan tidak menjadi syarat bagi seorang pencipta memperoleh hak ciptanya.[1]

Berkaitan dengan penulisan buku, perlindungan hak cipta mencakup semua elemen pada buku yang dapat digolongkan sebagai ekspresi si penulis yang dihasilkan atas inspirasi, kemampuan, pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahliannya. Selain buku, hak cipta juga diberikan kepada karya orisinal lainnya dalam lapangan ilmu pengetahuan, seni, atau sastra, di antaranya, program komputer, ceramah, kuliah, pidato, lagu, gambar, fotografi dan potret, karya arsitektur, karya sinematografi, dan tari, termasuk terjemahan, adaptasi, aransemen, modifikasi dan karya lain dari hasil transformasi.[2]

Sebagai informasi tambahan, mengenai ide, sebagaimana yang dijelaskan dalam artikel Apakah Ide Penyelenggaraan Event Dilindungi Hak Cipta?, ditegaskan bahwa ide atau konsep tidak dapat didaftarkan sebagai salah satu ciptaan yang dilindungi hukum, karena ide atau konsep tidak memenuhi syarat-syarat perlindungan sebagai suatu ciptaan.

Hak Moral
Sebagaimana diatur pula dalam Pasal 6bis Berne Convention for the Protection of Literary and Artistic Works di mana Indonesia juga merupakan salah satu negara pihak dalam perjanjian internasional ini, UUHC memberi pencipta hak untuk tetap mencantumkan atau tidak mencantumkan namanya pada salinan sehubungan dengan pemakaian ciptaannya untuk umum atau menggunakan nama aliasnya atau samarannya, yang dikenal dengan istilah hak moral.[3]

Hak moral terpisah dari hak ekonomi dan akan terus mengikuti pencipta bahkan jika pencipta telah mengalihkan hak ekonominya kepada pihak lain, karena hak moral adalah hak yang melekat secara abadi pada diri pencipta.[4]

UUHC juga melindungi hak moral pencipta dalam hal perubahan judul dan anak judul karya tulis, pencantuman dan perubahan nama atau nama samaran pencipta,[5] dan untuk mempertahankan haknya apabila terjadi distorsi, modifikasi, mutilasi atau bentuk perubahan lainnya yang berhubungan dengan karya cipta yang bersifat merugikan kehormatan diri atau reputasinya.[6]
Hak-hak moral tersebut di atas tidak dapat dipindahkan selama penciptanya masih hidup, tetapi pelaksanannya dapat dialihkan kepada pihak lain dengan wasiat atau sebab lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan setelah pencipta meninggal dunia.[7]
Plagiarisme
UUHC tidak mendefinisikan pragiarisme, namun berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa Kementerian Pendidikan Nasional plagiarisme adalah penjiplakan yang melanggar hak cipta.

Berdasarkan definisi tersebut, jika penulis menggunakan atau menyalin karya atau ciptaan orang lain dalam tulisan atau bukunya, tanpa menyertakan sumbernya, sehingga timbul kesan bahwa ia sendiri yang menciptakan karya tersebut, ia dapat dipandang melakukan plagiarisme, karena ia telah melanggar hak moral pencipta untuk dicantumkan namanya.

Pembatasan Hak Cipta
Perlu diketahui bahwa UUHC juga mengatur soal pembatasan hak cipta yang dikenal dengan istilah "fair use" atau "fair dealing" yang mengizinkan pemakaian, pengambilan atau perbanyakan suatu ciptaan tanpa izin pemegang hak ciptanya sepanjang penggunanya menyebut sumbernya dan hal itu dilakukan terbatas untuk kegiatan yang bersifat nonkomersial, termasuk untuk kegiatan sosial.

Fair use yang diatur dalam UUHC di antaranya:[8]pengambilan berita aktual;
penggunaan ciptaan pihak lain untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah dengan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari pencipta;
pengambilan ciptaan pihak lain guna keperluan ceramah yang semata-mata untuk tujuan pendidikan dan ilmu pengetahuan;
perbanyakan suatu ciptaan selain program komputer, oleh perpustakaan umum, lembaga ilmu pengetahuan atau pendidikan, dan pusat dokumentasi yang nonkomersial semata-mata untuk keperluan aktivitasnya;
pembuatan salinan cadangan suatu program komputer oleh pemilik program komputer yang dilakukan semata-mata untuk digunakan sendiri.

Domain Publik
Dalam artikel Hukumnya Mencuri Foto Online Shop di Instagram, ditegaskan bahwa jika hak cipta dari sebuah karya telah berakhir, karya tersebut dianggap milik publik atau menjadi public domain dan karenanya siapapun dapat menggunakannya secara gratis tanpa perlu izin penciptanya.

Khusus mengenai hak cipta atas buku dan semua hasil karya tulis lainnya berlaku selama hidup pencipta dan terus berlangsung selama 70 tahun setelah pencipta meninggal dunia terhitung mulai tanggal 1 Januari tahun berikutnya.[9] Adapun perlindungan hak cipta atas perwajahan karya tulis, karya fotografi dan potret berlaku selama 50 tahun sejak pertama kali diumumkan.[10]

Tips Menghindari Plagiarisme
Agar terhindar dari plagiarisme, beberapa tips berikut perlu diingat dalam menulis:Tulis karya yang Anda kutip dalam bentuk kutipan langsung, dalam tanda petik "..." (quotation marks) dengan menyebut sumbernya baik dalam teks, di catatan kaki dan di akhir karya tulis berupa daftar pustaka. Untuk pengutipan karya tulis, penyebutan atau pencantuman sumber karya yang dikutip harus dilakukan secara lengkap dengan mencantumkan sekurang-kurangnya nama pencipta, judul atau nama ciptaan, dan nama penerbit jika ada;
Jika mengambil ide dari tulisan orang lain dan menuangkan kembali idenya, seluruhnya dengan kata-kata sendiri (paraphrasing), harus tetap dengan menyebut sumbernya. Contoh: “ …sebagaimana disampaikan Dr. Hari Rusli...”

Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata-mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

Demikian jawaban kami, semoga bermanfaat.


Referensi:



Sumber: hukumonline.com | duniadosen.com

0 Komentar